Senin, 08 Desember 2014

MAKALAH FIQIH



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Ilmu Ushul Fiqih merupakan salah satu instrumen penting yang harus dipenuhi oleh siapapun yang ingin melakukan mekanisme ijtihad dan istinbath dalam hukum Islam. Itulah sebabnya dalam pembahasan kriteria seorang mujtahid, penguasaan akan ilmu ini dimasukkan sebagai salah satu syarat mutlaknya untuk menjaga agar proses ijtihad dan istinbath tetap berada pada koridor yang semestinya. Meskipun demikian, ada satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa penguasaan Ushul Fiqih tidaklah serta merta menjamin kesatuan hasil ijtihad dan istinbath para mujtahid. Disamping faktor eksternal Ushul Fiqih itu sendiri pada sebagian masalahnya mengalami perdebatan (ikhtilaf) di kalangan para Ushuliyyin. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah al-Adillah (sebagian ahli Ushul menyebutnya : al-Ushul al-Mukhtalaf fiha), atau “Dalil-dalil yang diperselisihkan penggunaannya” dalam penggalian dan penyimpulan hukum.
Mashadirul Ahkam (sumber-sumber hukum) ada yang disepakati ada yang tidak. Jelasnya, ada Mashadir Ashliyah (sumber pokok) yaitu : Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya dan ada Mashadir Thabi’iyah (sumber yang dipautkan kepada sumber-sumber pokok) yang disepakati oleh jumhur fuqaha yaitu : ijma dan qiyas. Adapula yang di ikhtilafi oleh tokoh-tokoh ahli ijtihad sendiri yaitu : Istihsan, istishab, Maslanah mursalah, Urf, Saddudzari’ah, dan madzab sanabi.
Makalah ini akan menguraikan tentang hakikat Istihsan, Istishab, dan maslahah mursalah dan Urf yang mencakup pengertian, macam-macamnya, kehujjahannya, dan contoh-contoh produk hukumnya.


1.2  RUMUSAN MASALAH
  1. Apa pengertian Istihsan
  2. Apa pengertian Istishab
  3. Apa pengertian Mashalihul Mursalah ?
  4. Apa pengertian Urf ?
  5. Bagaimana kedudukan Istihsan sebagai sumber hukum ?
  6. Bagaimana kedudukan Istishab sebagai sumber hukum ?
  7. Bagaimana kedudukan Mashalihul Mursalah sebagai sumber hukum ?
  8. Bagaimana kedudukan Urf sebagai sumber hukum ?

1.3  Tujuan
Ø  Mengetahui sumber hukum Islam yang yang tidak disepakati Ulama.
Ø  Agar mampu memahami dasar-dasar Fiqih dalam agama Islam
Ø  Makalah ini dibuat sebagai tugas pelajaran Fikih

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  ISTIHSAN
  1. Pengertian Istihsan
Istihsan menurut bahasa berarti menganggap baik terhadap sesuatu. Menurut istilah ahli ushul fiqih isthisan ialah meninggalkan qiyas jaly (jelas) untuk berpindah kepada qiyas khafi (samar-samar) atau dari hukum kully (umum) kepada hukum juz’i atau ishsha’i (pengecualian) karena adfa dalil yang membenarkan perpindahan itu.
  1. Contoh Isthisan
a.       Isthisan yang mengutamakan qiyas khafi daripada qiyas jaly. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita yang sedang haid boleh membaca Al-Qur’an berdasarkan istihsan, sedang menurut qiyas hukumnya haram. Dengan alasan logika sebagai berikut :
a)      Qiyas : Wanita yang haid diqiyaskan kepada orang junub, karena illatnya sama yaitu tidak suci, sehingga orang yang haid haram membaca Al-Qur’an.
b)      Istihsan : orang yang haid berbeda dengan orang yang junub, karena haid waktunya lama. Oleh karena itu, wanita yang haid diperbolehkan membaca Al-Qur’an agar mendapatpahala seperti orang laki-laki, kalau tidak boleh wanita tidak dapat pahala ibadah apapun sewaktu haid.
b.      Berpindahnya hukum kully kepada istisna’I.
Misalnya jual beli salam (sistem pesanan). Menurut dalil kulli, syara’ melarang jual beli yang barangnya tidakada pada waktu akad. Sedangkan berdasarkan istihsan diperbolehkan dengan alasan manusi berhajat kepada itu dan sudah menjadi adat mereka serta dianggap membawa kebaikan bagi manusia.
c.       Kehujjahan Istihsan
Para ulama berbeda pendapat tentang kehujjahan istihsan.
1.      Golongan Syafi’iyyah menolak istihsan, karena berhujjah dengan istihsan dianggap menetapkan suatu hukum tanpa dasar yang kuat, hanya semata-mata didasarkan pada hawa nafsunya
2.      Golongan Hanafiyah dan Maliki memperbolehkan istihsan dengan pertimbangan istihsan merupakan usaha melakukan qiyas dengan mengalahkan qiyas jaly atau menguatkan qiyas dalil yang istina’I daripada yang kully. Hal ini semata-mata untuk mendapatkan kemaslahatan kehidupan.

2.2   ISTISHAB
1.      Pengertian Istishab
Yang dimaksud dengan istishab ialah mengambil hukum yang telah ada atau ditetapkan pada masa lalu dan tetap dipakai hingga masa-masa selanjutnya sebelum ada hukum yang merubahnya.
2. Macam-macam Istishab
a.       Istishab kepada hukum akal dalam hukum ibadah atau baraatul ashliyah (kemurnian menurut aslinya). Contoh :
Ø  Setiap makanan dan minuman yang tidak ditetapkan oleh suatu dall yang mengharamkannya adalah mubah hukumnya. Hal ini Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh manusia.
b.      Istishab kepada hukum syara’ sudah ada dalilnya dan tidak ada suatu dalil yang mengubahnya.
3.      Kedudukan istishab sebagai sumber hukum islam.
Para ulama berbeda pendapat tentang Kehujjahan Istishab.
1)      Menjadikan istishab sebagai pegangan dalam menentukan hukum sesuatu peristiwa yang belum ada hukumnya, baik dalam Al-Qur’an As-Sunnah maupun ijma’ dalilnya (QS.Yunus/10:36)
2)      Menolak istishab sebagai sebagai pegangan dalam menetapkan hukum. Ulama golongan kedua ini kebanyakan adalh ulama Hanafiyah. Mereka menyatakan bahwa istishab dengan pengertian seperti di atas adalah tanpa dasar.

2.3   Mashalihul Mursalah
1.      Pengertian Mashalihul Mursalah
Cricxle Kubus-Maslih bentuk jama’ dari mashlahah, artinya kemaslahatan kepentingan. Mursalah berarti terlepas. Dengan demikian mursalah berarti kemaslahatan, yaitu manfaat bagi manusia atau menolak kemadharatan atas nereka. Al-Khawarizni menyatakan bahwa mashlahah ialah menjaga ujuan syara’ dengan jalan menolak mafsadat (kerusakan) atau madharat dari makhluk.
2.      Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum
Ø  Para ulama berbeda pendapatmengenai kedudukan mashalihul mursalah sebagai sumber hukum
1)      Bahwa dengan nas-nas dan qiyas yang dibenarkan, syariat senantiasa memperhatikan kemaslahatan umat manusia. Tak ada stupun kemaslahatan manusi yang tidak diperhatikan oleh syariat melalui petunjuknya.
2)      Pembinaan hukum islam yang semata-mata didasarkan kepada maslahat berarti membuka pintu bagi keinginan hawa nafsu.
Ø  Imam Malik membolehkan berpegang kepada secara mutlak. Namun menurut Imam Syafi’i boleh berpegang kepada mashalihul mursalah apabila sesuai dengan dalil dengan dalil kully atau dengan dalil jus’iy dari syara. Pendapat ini berdasarkan :
1)      Kemaslahatan manusia selalu berubah-ubah dan tidak ada habis-habisnya. Jika pembinaan hukum dibatasi hanya pada maslahat-maslahat yang ada petunjuknya dari syari’ (Allah), tentu banyak kemaslahatan yang tidak ada status hukumnya pada masa dan tempat yang berbeda-beda.
2)      Para sahabat dan tabi’in serta para mujtahid banyak menetapkan hukum untuk mewujudkan maslahat yang tidak ada petunjuknya dari syari’. Misalnya membuat penjara, mencetak uang, mengumpulkan dan membukukan ayat-ayat Al-Qur’an dan sebagainya.
Ø  Syarat-syarat berpegang kepada mashalihul mursalah
1)      Maslahat itu harus jelas dan pasti dan bukan hanya berdasarkan kepada prasangka.
2)      Maslahat itu bersifat umum, bukan untuk kepentingan pribadi.
3)      Hukum yang ditetapkan berdasrkan maslahat itu tidak bertentangan dengan hukum atau prinsip yang telah ditetapkan dengan nas atau ijma.
3.      Contoh Mashalihul Mursalah
Diantara contoh mashalihul mursalah yang tidak ada petunjuknya dari syara’ yang ditetapkan oleh para sahabat, tabi’in dan para mujtahid adalah penjara, mencetak uang, mengumpulkan dan membukukan ayat-ayat Al-Qur’an, ditetapkan pajak penghasilan, serta surat nikah sebagai bukti sahnya perkawinan dan lain-lain. Walaupun tidak diperintah oleh syari’at tetapi mengandung kemanfaatan bagi manusia.
4.      Syarat-syarat Mashalihul Mursalah
1)      Mashalihul Mursalah hanya berlaku dalam masalah mu’amalah dan kebiasaan, bukan pada bidang ibadah.
2)      Maslahat harus jelas dan pasti tidak boleh berdasarkan prasangka.
3)      Hukum yang ditetapkan berdasarkan maslahat itu tidak bertentangan dengan syari’at yang ditetapkan olehnas atau ijma.
2.4  Urf
1.      Pengertian Urf
Urf menurut bahasa berarti baik, sedang menurut istilah ialah sesuatu yang terjadi secara berulang-ulang, sudah saling diketahui, dan dijadikan masyarakat, baik perkataan, perbuatan, atau meninggalkannya. Menurut ahli ushul fiqih, urf tidak berbed dengan adat kebiasaan masyarakat yang berlangsung ajeg (konstan) di tengah masyarakat.
2.      Contoh Urf
v  Urf Amaly (perbuatan) misalnya tradisi jual beli yang dilakukan berdasarkan saling pengertian tanpa mengucapkan sighat (aqad) seperti yang berlaku dipasar-pasar swalayan.
v  Urf Qauly (ucapan) misalnya orang sudah saling mengerti terhadap kata “al walad” yang artinya mutlak anak laki-laki bukan perempuan. Juga kata “al-lahmu” yang berarti daging, tidak termasuk ikan (as-samak)
3.      Macam-macam Urf
v  Urf Shahih (benar) adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengahmasyarakat yang tidak bertentangan dengan nsh (Al-Qur’an atau as-sunnah) tidakmenghilangkan kemaslahatan dan tidak membawa mudharat bagi mereka.
v  Urf fsid (rusak) adalah kebiasaan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat yang betentangan dengan dalil syara’
Berkaitan Urf Shahih dan Fasd ulama berpendapat :
1)      Urf hahih, harus dilestarikan karena membawa kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan dalil syara’ sesuai dengan kaidah.
2)      Urf Fasid, harus diberantas dimasyarakatdan harus dihilangkan, karena bertentangan dengan dalil syara’ dan membawa dampak yang negatif tidak membawa manfaat bagi masyarakat.


BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Sumber hukum Islam yang tidak disepakati ulama ada 8, tapi dalam makalah ini hanya 4 yang dibahas, yaitu Istihsan, Istishab, Mashalihur Mursalah dan Urf.
Istihsan yaitu meninggalkan qiyas jaly (jelas) untuk berpindah pada qiyas khafi (samar-samar) atau dari hukum kully (umum) kepada hukum juz’I atau memberikan perpindahan itu.
Istishab yaitu mengambil hukum yang telah ada atau ditetapkan pada masa lalu dan tetap dipakai hingga mas-masa selanjutnya sebelum ada hukum yang merubahnya.
Mashalihul Mursalah yaitu kemaslahatan yang terlepas, dan Urf yaitu sesuatu yang terjadi secara berulang-ulang, sudah saling diketahui dan dijadikan masyarakat, baik perkataan, perbuatan atau meninggalkannya.

3.2  KRITIK dan SARAN
Demikian makalh ini kami buat, kami hanya manusia yang tak luput dari kesalahan.
Apabila ada salah dalam penulisan atau ada kata yang sulit dipahami, kami mengucapkan mohon maaf.
Semoga makalah ini bermafaat bagi semua umat islam dan dapat dipelajari lebih lanjut.
Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar